Rabu, 23 September 2015

How firm a foundation

This was a Facebook note entry in December 10, 2010. I am in some way still missing the chance to preach, but perhaps it is now better I dedicate myself to writing for scientific publications.

How firm a foundation, ye saints of the Lord,
Is laid for your faith in His excellent Word!
What more can He say than to you He hath said,
You, who unto Jesus for refuge have fled?
...

Fear not, I am with thee, O be not dismayed,
For I am thy God and will still give thee aid;
I’ll strengthen and help thee, and cause thee to stand
Upheld by My righteous, omnipotent hand.

When through fiery trials thy pathways shall lie,
My grace, all sufficient, shall be thy supply;
The flame shall not hurt thee; I only design
Thy dross to consume, and thy gold to refine.

The soul that on Jesus has leaned for repose,
I will not, I will not desert to its foes;
That soul, though all hell should endeavor to shake,
I’ll never, no never, no never forsake.

Baru ketemu lagu ini lagi di Youtube. Pertama kali didenger di St Andrew's, Sydney. Bagusnya lagu ini adalah pertentangan antara ketakutan manusia dan jaminan yang diberikan Tuhan dalam syairnya. Di bait pertama, kadang kita takut bahwa Tuhan tidak pernah menjanjikan hal yang baik sehingga kita bertanya-tanya, "Tuhan punya janji apa sih buat saya?" Si penulis syair nyatakan bahwa Tuhan sudah mengatakan semua yang perlu dikatakan. Tinggal kita ingat-ingat dan baca lagi di Alkitab.
Di bait kedua, kita kadang-kadang takut bahwa kita tidak cukup kuat untuk berdiri sendiri dan kalau sampai jatuh kita bertanya, "Siapa yang akan menolong saya?" Si penulis menjawab, atas nama Tuhan, "Aku sendiri akan menolong kamu dengan tangan kananKu." Tangan kanan, tangan yang paling kuat dan lambang kemuliaan. Kalau sudah tangan kanan yang turun, apa lagi yang perlu dikuatirkan?
Di bait ketiga, kita merasa takut menghadapi pencobaan, "Jangan-jangan saya akan hangus terbakar api pencobaan." Sang penulis kembali lagi berbicara mewakili Tuhan, "Api itu tidak akan menyakiti. Api itu adalah api ujian yang akan memurnikan engkau seperti emas. Kasih karuniaKu sudah cukup." Yang bagi kita kelihatan seperti api cobaan ternyata bagi Allah sekedar ujian yang akan membuat kita naik kelas. Siapa yang gak senang naik kelas? Apalagi kalau ujiannya disertai kasih karunia Tuhan.
Di bait terakhir, ada ketakutan terakhir tiap manusia, takut akan kematian. Namun kalau jiwanya sudah disandarkan kepada Yesus untuk beristirahat, maka menurut sang penulis, TIDAK PERLU ADA KETAKUTAN. Penulis mengulangi frasa "will not" dua kali dan kata "never" sampai tiga kali. Sang penulis kembali lagi berkata-kata atas nama Tuhannya, "Biarpun seluruh neraka berupaya menggoncang, Aku tidak akan pernah melupakannya." Di bait terakhir ini, si penulis kelihatan agak berlebihan, sepertinya ngotot sekali untuk bilang, "Jangan takut!" Namun memang itulah pesan utama syair ini.

Setelah menulis refleksi ini jadi inget kelas Pengkajian Puisi Bu Grace Wiradisastra di Selasa pagi yang selalu mengantukkan, tapi memberi bekal menafsir puisi, yang kemudian hari jadi bekal yang baik untuk menafsir Alkitab di STTJ. Persis seperti kata penulis syair tentang pencobaan/ujian yang akhirnya membuat kita lebih baik.  Jadi inget juga akan hari-hari berkhotbah di English Fellowship GKI Samanhudi, dan menantikan saatnya untuk kembali khotbah di depan para pendengar lansia dan  berbicara tentang, "The soul that on Jesus has leaned for repose, I will not, I will not desert to its foes." 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar